INDUSTRI
KOPI
Indonesia merupakan negara produsen kopi
keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total
produksi, sekitar 67% kopinya diekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Tingkat konsumsi kopi dalam negeri berdasarkan
hasil survei LPEM UI tahun 1989 adalah sebesar 500 gram/kapita/tahun.
Dewasa ini kalangan pengusaha kopi memperkirakan tingkat konsumsi kopi di
Indonesia telah mencapai 800 gram/kapita/tahun. Dengan demikian dalam
kurun waktu 20 tahun peningkatan konsumsi kopi telah mencapai 300 gram/kapita/tahun.
Strata Industri kopi dalam negeri sangat beragam, dimulai dari unit usaha berskala home industry hingga industri kopi berskala multinasional. Produk-produk yang dihasilkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kopi dalam negeri, namun juga untuk mengisi pasar di luar negeri. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi kopi di dalam negeri merupakan pasar yang menarik bagi kalangan pengusaha yang masih memberikan prospek dan peluang sekaligus menunjukkan adanya kondisi yang kondusif dalam berinvestasi dibidang industri kopi.
Strata Industri kopi dalam negeri sangat beragam, dimulai dari unit usaha berskala home industry hingga industri kopi berskala multinasional. Produk-produk yang dihasilkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kopi dalam negeri, namun juga untuk mengisi pasar di luar negeri. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi kopi di dalam negeri merupakan pasar yang menarik bagi kalangan pengusaha yang masih memberikan prospek dan peluang sekaligus menunjukkan adanya kondisi yang kondusif dalam berinvestasi dibidang industri kopi.
Struktur Industri Kopi Dalam Negeri
Secara garis besar industri kopi dalam negeri dapat digolongkan kedalam 3 Kelompok, yaitu:
1. Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri)
Industri yang tergolong dalam kelompok ini adalah industri yang bersifat rumah tangga (home industri) dimana tenaga kerjanya adalah anggota keluarga dengan melibatkan satu atau beberapa karyawan. Produknya dipasarkan di warung atau pasar yang ada disekitarnya dengan brand name atau tanpa brand name. Industri yang tergolong pada kelompok ini pada umumnya tidak terdaftar di Dinas Perindustrian maupun di Dinas POM. Industri pada kelompok ini tersebar di seluruh daerah penghasil kopi.
Secara garis besar industri kopi dalam negeri dapat digolongkan kedalam 3 Kelompok, yaitu:
1. Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri)
Industri yang tergolong dalam kelompok ini adalah industri yang bersifat rumah tangga (home industri) dimana tenaga kerjanya adalah anggota keluarga dengan melibatkan satu atau beberapa karyawan. Produknya dipasarkan di warung atau pasar yang ada disekitarnya dengan brand name atau tanpa brand name. Industri yang tergolong pada kelompok ini pada umumnya tidak terdaftar di Dinas Perindustrian maupun di Dinas POM. Industri pada kelompok ini tersebar di seluruh daerah penghasil kopi.
2. Industri kopi olahan kelas menengah
Industri kopi yang tergolong pada kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan kopi bubuk atau produk kopi olahan lainnya seperti minuman kopi yang produknya dipasarkan di wilayah Kecamatan atau Kabupaten tempat produk tersebut dihasilkan. Produknya dalam bentuk kemasan sederhana yang pada umumnya telah memperoleh Izin dari Dinas Perindustrian sebagai produk Rumah tangga.
Industri kopi olahan kelas menengah banyak dijumpai di sentra produksi kopi seperti di Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Jawa Timur.
3. Industri kopi olahan kelas Besar
Industri kopi kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan kopi bubuk, kopi instant atau kopi mix dan kopi olahan lainnya yang produknya dipasarkan di berbagai daerah di dalam negeri atau diekspor. Produknya dalam bentuk kemasan yang pada umumnya telah memperoleh nomor Merek Dagang dan atau label lainnya.
Beberapa nama industri kopi yang tergolong sebagai industri kopi ini adalah PT Sari Incofood Corp, PT. Nestle Indonesia, PT Santos Jaya Abadi, PT Aneka Coffee Industri, PT Torabika Semesta dll.[1]
Industri kopi yang tergolong pada kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan kopi bubuk atau produk kopi olahan lainnya seperti minuman kopi yang produknya dipasarkan di wilayah Kecamatan atau Kabupaten tempat produk tersebut dihasilkan. Produknya dalam bentuk kemasan sederhana yang pada umumnya telah memperoleh Izin dari Dinas Perindustrian sebagai produk Rumah tangga.
Industri kopi olahan kelas menengah banyak dijumpai di sentra produksi kopi seperti di Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Jawa Timur.
3. Industri kopi olahan kelas Besar
Industri kopi kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan kopi bubuk, kopi instant atau kopi mix dan kopi olahan lainnya yang produknya dipasarkan di berbagai daerah di dalam negeri atau diekspor. Produknya dalam bentuk kemasan yang pada umumnya telah memperoleh nomor Merek Dagang dan atau label lainnya.
Beberapa nama industri kopi yang tergolong sebagai industri kopi ini adalah PT Sari Incofood Corp, PT. Nestle Indonesia, PT Santos Jaya Abadi, PT Aneka Coffee Industri, PT Torabika Semesta dll.[1]
No. ( 1 )
Tahap-tahap Proses Produksi Kopi :
start
|
Sortasi
|
Penyimpanan
|
Penggorengan
|
Ekstraksi
|
. Pencampuran
|
Filtrasi
|
Sentrifugassi
|
Evaporasi
|
Pemisahan
|
end
|
PERMASALAHAN
DALAM INDUSTRI KOPI
Sumber dari
Departemen Perindustrian menyebutkan bahwa permasalahan perkopian di Indonesia masih seputar
pengadaan kualitas bahan baku dan penerapan teknologi pengolahan kopi itu sendiri. Berhubung perkebunan kopi di Indonesia masih didominasi
oleh perkebunan rakyat, dimana berdasarkan data 2006 mencapai 96% ( 1,21 juta
ha dari total 1,26 juta ha), maka masalah pengetahuan penanganan pasca panen
masih merupakan kendala yang serius. Petani masih relatif menangani pasca panen
secara tradisional. Akibatnya mutu kopi
sebagai bahan baku pada industri pengolahan kopi relatif rendah, atau paling tidak sulit diharapkan
kekonsistenan kualitas. Memang, pada sentra-sentra produksi kopi tertentu, dimana telah hadir
produsen kopi olahan besar
seperti PT Nestle Indonesia di Lampung, penangan kopi pasca panen relatif lebih baik dan terkendali.
Komposisi jenis tanaman kopi di Indonesia masih didominasi
oleh kopi robusta (93 persen)
dari pada arabika (7%), padahal permintaan kopi arabika dunia jauh lebih besar dibandingkan kopi robusta.Demikian pula dari segi
harga, harga kopi arabika jauh
lebih mahal dari pada kopi
robusta.Usaha-usaha ke arah diversifikasi tanaman tidaklah mudah, karena
terhadang oleh kesesuaian lahan terhadap tanaman kopi arabika yang hanya sesuai untuk dataran tinggi (di atas 600
meter dari permukaan laut/dpl). Pemaksaan penanaman di dataran rendah hanya
mengakibatkan resiko kegagalan yang tinggi akibat serangan penyakit layu yang
merupakan musuh alami kopi
arabika di Indonesia
Isu teknologi
(mesin dan peralatan) produksi biji kopi
mulai dari pengeringan, pengupasan, dan sortasi masih merupakan kendala klasik
yang dihadapi oleh usaha industri skala kecil dan menengah. Juga keterbatasan
pada penguasaan teknologi proses pada tahap roasting. [2]
No. ( 2 )
.DAMPAK LINGKUNGAN DARI INDUSTRI KOPI
Berdasarkan pengamatan ANTARA, bila
pabrik KOPI beroperasi sering
menimbulkan debu sehingga kondisi udara di lingkungan tersebut tercemar. Sangat
terlihat debu dari pabrik kopi yang menempel pada atap seng rumah dan mengotori
lingkungan sekitar.dan Menurut pengamatan, keberadaan pabrik untuk pengeringan dan
penggilingan mengelolahan biji kopi tersebut dinilai warga tidak layak
beroperasi lagi karena selain berada ditengah pemukiman padat penduduk,
pengoperasian selalu menghasilkan limbah debu dan sisa kulit kopi bertebaran
terbawa angin menyebabkan warga sering merasakan sesak nafas, Kebisingan suara mesin kopi ditambah lagi
dengan adanya getaran serta pencemaran limbah dari bekas oli mesin yang timbul
mengakibatkan pencemaran lingkungan . Karena saluran drainase limbah pabrik
tersebut bergabung dengan saluran pipa pembuangan air milik rumah warga.[3]
No. ( 3 )
Kemudian Limbah kopi
mengandung beberapa zat kimia beracun seperti alkaloids, tannins, dan
polyphenolics.Hal ini membuat lingkungan degradasi biologis terhadap material
organik lebih sulit.Dampak lingkungan berupa polusi organik limbah kopi yang
paling berat adalah pada perairan di mana effluen kopi dikeluarkan. Dampak itu
berupa pengurangan oksigen karena tingginya BOD dan COD. Substansi organik
terlarut dalam air limbah secara amat lamban dengan menggunakan proses mikrobiologi
dalam air yang membutuhkan oksigen dalam air. Karena terjadinya pengurangan
oksigen terlarut, permintaan oksigen untuk menguraikan organik material
melebihi ketersediaan oksigen sehingga menyebabkan kondisi anaerobik. Kondisi
ini dapat berakibat fatal untuk makhluk yang berada dalam air dan juga bisa
menyebabkan bau, lebih jauh lagi, bakteri yang dapat menyebabkan masalah
kesehatan dapat meresap ke sumber air minum.[4]
No. ( 4 )
Sumber Limbah pada kopi seperti padat,cair,gas
Ø Limbah
Padat
Ampas kopi yang dihasilkan dalam proses pengolahan biji kopi .
Ø Limbah Cair
Kandungan COD dan BOD yang tinggi dalam limbah cair kopi.
Ø Limbah Gas
.
Undang-undang pencemaran limbah
Setiap usaha penanganan industri
kopi harus menyusun rencana cara-cara penanggulangan pencemaran dan pelestarian
lingkungan sebagai mana diatur dalam :
a.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.[5]
No. ( 5 )
b.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Setiap kegiatan
industri harus berupaya untuk secara konsisten melaksanakan setiap kewajibannya
dalam pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dipersyaratkan dalam setiap izin
yang dimilikinya, maupun persyaratan lainnya yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sebagai bentuk upaya pengelolaan lingkungan
sebelum melakukan kegiatan usaha setiap industri wajib untuk mambuat AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan) berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.27 tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.[6]
No. ( 6 )
c.
Peraturan Pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL).
AMDAL adalah: “ Kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Ketentuan-ketentuan di
atas mengacu pada peraturan pemerintah PP. No. 27 Tahun 1999 Pasal 1 butir
1.Peraturan ini masih berlaku di seluruh wilayah Indonesia.Selain mengacu pada
peraturan tersebut di atas, maka landasan peraturan pemerintah tersebut di atas
mengacu pada undang-undang yaitu UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup. Jadi sudah jelas acuan peraturan dan perundangannya, jadi
sebagai bangsa dan masyarakat Indonesia kita wajib melaksanakannya sebagai
perwujudan berbangsa dan bermasyarakat yang baik.[7]
No.( 7 )
Penelitian dari Limbah
tsb.
Hasil penelitian menunjukkan pada proses pengolahan
biji kopi,dihasilkan biji kopi sekitar 65 persen dan 35 persen berupa
limbah kopi yang merupakan bahan organic berkadar selulose yang mengandung
beberapa zat kimia beracun seperti alkaloids, tannins dan polyphenolics,yang
membuat lingkungan degradasi bilogis terhadap material organic lebih
sulit
Masalah yang terjadi di lapangan akibat
limbah kopi ini adalah :
1.
Terhambatnya mikroorganisme
aerobik dalam menguraikan bahan organik di dalam tanah, karena kondisinya sudah
anaerobik.
2.
Tingginya Biological Oxygen
Demand dan Chemical Oxygen Demand di dalam tanah.
3.
Kurangnya pengetahuan
masyarakat untuk pengelolaan limbah kopiKebiasaan masyarakat yang membuang
limbah kopi begitu saja.
Masalah ini sering terjadi dengan minimnya pengetahuan
petani kopi atas pembuangan limbah yang dilakukan sehingga dapat merusak
ekosistem tanah baik secara fisika, biologis, dan kimia.
Untuk itu
diperlukan alternatif yang dapat mengurangi permasalahan yang diatas, seperti ;
1. Menambahkan mikroorganisme anaerobik
dalam menguraikan limbah yang ditimbulkan.
2. Melakukan penyuluhan kepada
masyarakat tentang pengelolaan limbah buah kopi yang baik dan benarMenampung
limbah buah kopi dalam suatu tempat dan dilakukan pembuatan kompos.
3. Pemanfaatan limbah buah kopi menjadi
makanan seperti nata de coffe.
4. Mencegah timbulnya erosi serta
membantu penghijauan di areal usaha.
5. Menghindari polusi dan gangguan
lain yang berasal dari lokasi usaha yang dapat mengganggu lingkungan berupa bau
busuk, suara bising, serangga, tikus serta pencemaran air sungai/sumur.
6. Setiap usaha penanganan pasca
panen kopi, harus membuat unit pengolahan limbah perusahaan (padat, cair dan
gas) yang sesuai dengan kapasitas produksi limbah yang dihasilkan.[8]
No. (
8 )
Upaya Minimalisasi Limbah Padat,Cair,Gas
A.
Upaya Minimalisasi Limbah padat kopi
Ø Limbah kopi untuk pengganti briket batubara
Limbah padat kopi dapat di
jadikan sebagai pengganti briket batu bara. Hal
telah dilakukan oleh PT. sari
incoofood di pemantang siantar,Sumatra utara. Ari 1 kg ampas kopi yang
dihasilkan dalam proses pengolahan biji kopi dapat dihasilkan 4 ons briket.
Ø Limbah kopi untuk biodiesel
Pengelolahan limbah kopi untuk biodiesel ini diproses dengan cara
meng-ekstraksi kandungan minyak biodiesel yang ada dalam limbah kopi. Limbah
kopi mengandung biodiesel sebesar 10% sampai denga 20%. Dari total kapasitas
produksi kopi dunia yang hamper mencapai angka 16 milyarpon per
tahun,diperkirakan berpotensi menghasilakan boidisel sebesar 340 juta
gallon.
Ø Limbah kopi untuk pakan ternak
Limbah kopi yang dipakai untuk pakan ternak berasal dari kulit
kopi.Formula pakan seimbang dengan menggunakan limbah kulit kopi untuk
penggemukan ada takarranya.
B. Upaya Minimalisasi Limbah Cair Kopi
Kandungan COD dan BOD yang tinggi dalam limbah cair kopi dapat dikurangi
dengan penyaringan dengan pemisahan pulp. Pada cara ini kandungan COD dan BOD
menjadi jauh lebih rendah, yaitu mencapai 3429-5524 mg/1 untuk COD dan
1578-3248 mg/1 untuk BOD. Untuk memeksimalkan proses anaerobic pada limbah cair
tersebut, maka diperlukan tingkat pH sebesar 6,5-7,5,sementara tingat Ph limbah
cair kopi adalah 4,yang merupakan tingkat Ph sangat asam. Hal ini bias diatasi
dengan penambahaan kalsium hidroksida (CaOH2) kepada limbah cair kopi. [9]
No. ( 9 )
Penelitian untuk
Menyediakan Solusi
Para peneliti
terus berupaya mengurangi ketergantungan energi pada listrik, minyak dan gas
bumi karena tidak dapat terbarui dan membutuhkan biaya yang semakin
mahal,sehingga biogas yang dihasilkan pada pengolahan limbah kulit kopi ini
dapat jadikan alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM), karena
memiliki beberapa keuntungan, diantaranya memiliki kandung oksigen yang lebih
tinggi 39 persen sehingga terbakar lebih sempurna , bernilai oktan lebih
tinggi 1,8 persen dan ramah lingkungan karena mengandung emisi gas CO
lebih rendah 19 -25 persen. Proses pembuatan biogas dilakukan
dengan gas dekomposisi bahan organik maupun secara anaerobic (tertutup
dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar berupa
metan (memiliki sifat yang mudah terbakar) dan karbon dioksida . Gas yang terbentuk
disebut rawa atau biogas. Proses dekomposisi anaerobic dibantu sejumlah mikroorganisme,
terutama bakteri metanogenik, suhu yang baik untuk proses fermentasi
adalah 30 – 55C. Pada suhu tersebut miroorganisme dapat bekerja secara
optimal merombak bahan-bahan organic.[10]
No. ( 10 )
Strategi produksi bersih
Yang telah diterapkan di berbagai negara
menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam mengatasi dampak lingkungan dan juga
memberikan beberapa keuntungan, antara lain
a). Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien;
b). Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar;
c). Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media yang lain;
d). Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkunga;
e). Mengurangi biaya penaatan hokum.
f). Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan (clean up);
g). Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional;
h). Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela.
a). Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien;
b). Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar;
c). Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media yang lain;
d). Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkunga;
e). Mengurangi biaya penaatan hokum.
f). Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan (clean up);
g). Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional;
h). Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela.
Dan produksi Bersih merupakan salah satu
sistem pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan secara sukarela (Voluntary)
sebab penerapannya bersifat tidak wajib.Konsep Produksi Bersih merupakan
pemikiran baru untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan dengan lebih
bersifat proaktif. Produksi Bersih merupakan istilah yang digunakan untuk
menjelaskan pendekatan secara konseptual dan operasional terhadap proses
produksi dan jasa, dengan meminimumkan dampak terhadap lingkungan dan manusia
dari keseluruhan daur hidup produknya.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal,
1995) mendefinisikan Produksi Bersih sebagai suatu strategi pengelolaan
lingkungan yang preventif dan diterapkan secara terus-menerus pada proses
produksi, serta daur hidup produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi
dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan.
Strategi Produksi Bersih mempunyai arti yang
sangat luas karena di dalamnya termasuk upaya pencegahan pencemaran dan
perusakan lingkungan melalui pilihan jenis proses yang akrab lingkungan,
minimisasi limbah, analisis daur hidup produk, dan teknologi bersih. Pencegahan
pencemaran dan perusakan lingkungan adalah strategi yang perlu diprioritaskan
dalam upaya mewujudkan industri dan jasa yang berwawasan lingkungan, namun
bukanlah merupakan satu satunya strategi yang harus diterapkan.Strategi lain
seperti program daur ulang, pengolahan dan pembuangan limbah tetap diperlukan,
sehingga dapat saling melengkapi satu dengan lainnya (Bratasida, 1997).[11]
No. ( 11 )
Dari Data-Data Yang Sudah
Ada di Atas :
Seperti telah tertulis di
atas, Limbah kopi mengandung beberapa zat kimia beracun seperti alkaloids,
tannins, dan polyphenolics.Hal ini membuat lingkungan degradasi biologis
terhadap material organik lebih sulit.Meskipun kopi enak diminum, namun,
limbahnya “tidak enak” bagi lingkungan lingkungan kita. Oleh karena itu, limbah
kopi haruslah diolah agar tidak membahayakan kesehatan.[12]
No. ( 12 )
Standarisasi Limbah di
Indonesia
Indonesia tegaskan kembali komitmennya terhadap
perlindungan kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari dampak merugikan
limbah berbahaya.Hal ini nyata tercermin dari partisipasi aktif Indonesia
dalam Basel Convention on the Control of Transboundary Movements of Hazardous
Wastes and their Disposal, dimana Indonesia menjabat sebagai Presiden COP-9
Konvensi Basel (2008-2011).Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang
kedua di dunia, Indonesia menempatkan pengelolaan dan penanganan pergerakan
lintas batas ilegal limbah berbahaya sebagai salah satu prioritas dalam
penanganan isu lingkungan.Indonesia dalam hal ini akan menampilkan sebuah
program khusus penanganan limbah yang disebut PROPER. Program yang akan
dipresentasikan langsung oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup tersebut
merupakan Program Penilaian Peringkat Kinerja Penataan dalam Pengelolaan
Lingkungan yang telah dikembangkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup
sejak tahun 1995.
PROPER, dengan menggunakan metode pemberian kategori dengan warna hitam, merah, biru, hijau dan emas bagi perusahaan-perusahaan besar dalam negeri, merupakan perwujudan transparansi dan demokratisasi dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia.Pelaksanaan program ini dilakukan secara terintegrasi dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari tahapan penyusunan kriteria penilaian, pemilihan perusahaan, penentuan peringkat, sampai pada pengumuman peringkat kinerja kepada publik. Konvensi Basel yang disahkan di Basel di tahun 1989 merupakan kesepakatan lingkungan skala global yang paling komprehensif tentang limbah berbahaya dan limbah lain. Konvensi Basel beranggotakan 172 negara, dimana Indonesia menjadi negara pihak sejak tahun 1993.[13]
PROPER, dengan menggunakan metode pemberian kategori dengan warna hitam, merah, biru, hijau dan emas bagi perusahaan-perusahaan besar dalam negeri, merupakan perwujudan transparansi dan demokratisasi dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia.Pelaksanaan program ini dilakukan secara terintegrasi dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari tahapan penyusunan kriteria penilaian, pemilihan perusahaan, penentuan peringkat, sampai pada pengumuman peringkat kinerja kepada publik. Konvensi Basel yang disahkan di Basel di tahun 1989 merupakan kesepakatan lingkungan skala global yang paling komprehensif tentang limbah berbahaya dan limbah lain. Konvensi Basel beranggotakan 172 negara, dimana Indonesia menjadi negara pihak sejak tahun 1993.[13]
No. ( 13 )
http://www.deplu.go.id/Pages/News.aspx?IDP=2943&l=id
17 November 2009
17 November 2009
Standarisasi Limbah di Uni
Eropa
Salah satu Negara uni eropa yang menerapkan
inisiatif kota yang ramah alam.
Stockholm, Ibu Kota Ramah Lingkungan Pertama
di Eropa ini menerapkan sejumlah inisiatif hijau guna menciptakan kota yang
ramah alam.
Stockholm dinobatkan sebagai
Ibu Kota Ramah Lingkungan Pertama di Eropa oleh Komisi Eropa pada 2010. Guna
meraih gelar tersebut, dalam beberapa tahun terakhir, Stockholm
berinvestasi di beberapa sektor guna menciptakan model kota yang berkelanjutan.
Sementara itu, dari
sisi pengelolaan limbah, 25% limbah kota berhasil didaur ulang dan dikomposkan
sehingga menciptakan sistem pengelolaan limbah yang efektif. Stockholm juga
memiliki dua pusat pengelolaan air limbah yang mampu memasok air bagi 1 juta
penduduk.
Air limbah diproses dengan
teknologi canggih guna memisahkan unsur nitrogen dan fosfor.Standar pengelolaan
air limbah ini melampaui Standar Pengelolaan Air Limbah Perkotaan yang
ditetapkan oleh Uni Eropa.
Biogas yang dihasilkan
oleh pabrik pengolahan air limbah ditingkatkan kualitasnya untuk digunakan
sebagai bahan bakar bis umum, taksi dan kendaraan pribadi. Sementara panas yang
dihasilkan dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Semua kebijakan ini saling
terkait dan mendukung Stockholm menjadi Ibu Kota Hijau Pertama di Eropa.dan ini
adalah salah satu contoh Negara yang mempunyai standarlisasi limbah di eropa.[14]
No. ( 14 )
Referensi :
No. ( 1 )
No. ( 2 )
No. ( 3 )
No. ( 4 )
No. (
5 )
No. (
6 )
No.( 7
)
No. (
8 )
No. ( 9 )
No. ( 10 )
No. ( 11 )
No. ( 12 )
No. ( 13 )
http://www.deplu.go.id/Pages/News.aspx?IDP=2943&l=id
17 November 2009
17 November 2009
No. ( 14 )